Kecewa dengan lalu-lintas yang sangat padat? Banyak waktu terbuang di jalan? Jangan marah. Pengendalian diri justru lebih menguntungkan.
Kondisi lalu-lintas di Jakarta dan kota-kota besar lain semakin hari kian padat. Jumlah mobil yang membeludak sulit diimbangi oleh luas dan panjangnya jalan. Terkadang kita bisa terjebak di dalam lalu-lintas yang bergerak sangat lambat, bahkan cenderung macet, hingga berjam-jam lamanya. Itu ditambah dengan perilaku sopir angkutan
Belum lagi bila ada persoalan di kantor atau di rumah yang belum beres. Wah, wah, wah... begitulah konsekuensi menjadi warga
Memaki-maki, menggerutu, membanting setir, adalah beberapa contoh dari tindakan yang biasa dilakukan. Tindakan ini disebut dengan ‘burn out’. Maya mengibaratkan ‘burn out’ seperti sebuah bohlam yang meledak karena kelebihan beban. Seperti halnya pada manusia, semakin besar beban stress yang men--deranya, maka semakin besar luapan emosi yang dapat meledak. Tingkatan yang lebih tinggi dari ‘burn out’, diistilahkan apatis, yaitu ketidakpedulian pada lingkungan sekitar. Seorang pengemudi yang sudah apatis dapat saja meninggalkan kendaraannya di jalanan (kondisi ini cukup jarang terjadi). Ketika ‘burn out’ terjadi, pengemudi cenderung melampiaskannya ke orang lain secara merugikan. Wujud pelampiasan itu bisa menjadi gaya mengemudi yang agresif, hingga ‘intermittent explosive disorder’ atau ‘road rage’ yang dapat berujung pada konfrontasi fisik.
Gaya Mengemudi yang Agresif
Secara umum, kita sering mendefinisikan
Amarah di Jalan Raya
Di sisi lain, kemarahan di jalan raya adalah pelanggaran kriminal. Hal ini terjadi ketika
Ketika terjadi tabrakan atau senggolan, maka reaksi yang timbul dapat berujung pada konfrontasi fisik, baik memakai senjata ataupun tangan kosong, atau pun non fisik seperti menabrakkan kendaraan miliknya ke kendaraan lain. Kondisi semacam ini harus dihindari, meskipun tidak mudah dilakukan. Sebagai gambaran, di Amerika Serikat, melalui survei yang dilakukan National Institute of Mental Health tahun 2001-2003, ada 16 juta orang mengidap intermittent explosive disorder. Angka ini akan terus meningkat dan berujung pada kontribusi terhadap tingginya tingkat kriminalitas di jalan raya.
Bagaimana Mencegahnya?
“Tenang dan mengendalikan diri adalah kuncinya,” ungkap Maya. Bagi segelintir orang, kedua hal tersebut bisa jadi cukup berat. “Namun, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan,” papar Maya yang mengambil gelar master psikologinya di Universitas Indonesia. Salah satunya adalah dengan manajemen amarah (anger management).
Tujuan dari manajemen amarah adalah mengurangi rasa emosional dan stimulasi yang disebabkan oleh amarah. Anda mungkin tidak bisa menghilang--
1. Atur napas Anda.
2. Menghitung 1-10 sebelum melakukan sesuatu.
3. Melakukan relaksasi otot. Kepalkan tangan dan lepaskan selama beberapa detik.
4. Melakukan afirmasi positif. Motivasi diri Anda secara positif.
Hal lain yang dapat kita lakukan adalah menerapkan Spiritual Emotional Freedom Technique. Teknik ini adalah gabungan dari,
1. Relaksasi.
2. Memberi nilai masalah yang dialami. Misalnya, kita menilai masalah kita yang diakibatkan kondisi kemacetan.
3. Mengusap-usap dada kiri (titik nyeri), sambil mengucapkan kata-kata positif. Umpamanya, “saya pasrah terhadap keadaan ini.”
4. Ketuk-ketuk titik syaraf relaksasi seperti di ubun-ubun, dahi, tengah ujung jari, dan titik karate (bagian telapak tangan yang lurus dengan jari kelingking).
Selamat mencoba. Dan pengendalian diri akan membuat kita selamat untuk berjumpa kembali dengan keluarga kita dan orang-orang yang kita cintai.
Reza Erlangga
No comments:
Post a Comment