Monday, August 17, 2009

Pembalap Masa Depan Indonesia


Rio Haryanto, mulai mengenal balapan di usia enam tahun. Saat itu, Sinyo Haryanto, sang ayah yang mantan juara nasional kart race 2001 mengajaknya mencoba menaiki gokart. Ternyata, benar kata pepatah, buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Begitu pula Rio. Darah pembalap yang mengalir di tubuhnya membuatnnya jatuh cinta terhadap kendaraan kecil yang mampu berlari cepat ini (gokart-red).

Melihat minat yang tumbuh di dalam tubuh anaknya, Sinyo semakin “menenggelamkan” Rio untuk serius membalap. Ayahnya pun sering mengajaknya ‘tour Eropa’ untuk mengasah keahliannya. Langkah ini membawa perkembangan keahlian Rio. Tahun 2006 Rio menggondol gelar juara di ajang Asian Karting Open Championship-ROK Junior dengan nilai 127. Masih ditahun yang sama, Rio menjadi juara di Asian Karting Open Championship - Formula 125 Junior Open, dengan nilai 83.

Lompatan prestasi dan keahlian Rio membawanya ke ajang balap formula single seater. Tahun 2008 dia terjun ke ajang Asian Formula Renault Challenge, dan meraih posisi enam dengan nilai 160. Masih di tahun yang sama, putera Indah Peniwati ini, berlomba di ajang Formula Asia 2.0. Di perlombaan ini, dia berada di posisi tiga dengan nilai 121, yang didulang dari 13 balapan.

Setahun kemudian, Rio yang berusia 16 tahun, hijrah ke Formula BMW Pacific. Pengalamannya berlaga di ajang Formula Asia 2.0 dan Asian Formula Renault Challenge, membuatnya lebih matang. Kini, prestasi Rio semakin baik, namun belum sempurna. Sebagai langkah menyempurnakan keahlian balapan, mental dan teknik bertanding, Rio dilatih oleh Dennis van Rhee pelatih dan mekanik asal Belanda. Langkah ini mulai menuai hasil. Buktinya adalah podium ketiga dan pertama yang dipersembahkannya kepada Indonesia saat mengikuti balapan pembuka F1 yang berlangsung di Sirkuit Sepang, Malaysia, 5 April 2009.


Keberhasilan ini juga berkat perhatian yang ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia melalui Menegpora Adhyaksa Dault. “Perhatian, dan motivasi ditunjukkan oleh Menpora Adhyaksa Daud. Pak Menteri membantu “mencarikan” sponsor, papar Rio saat diwawancarai oleh Autosport Indonesia.

Peran sponsor sangatlah penting bagi perkembangan atlet olahraga bermotor Indonesia. Pasalnya, biaya untuk mengikuti kompetisi motor sport tidak murah. “Diperlukan dana sebesar 400.000 Euro (lebih dari Rp 5,9 miliar), untuk ikut ke formula BMW. Dana yang dikeluarkan ini tergantung tim yang kita inginkan,” jelas Rio. “Uang ini dibayarkan kepada tim Meritus (tim yang menaungi Rio), untuk satu musim yang terdiri dari 15 seri, dan sudah termasuk biaya teknis, mekanik, hingga perbaikan mobil jika terjadi kerusakan,” imbuhnya. “Saat ini yang menjadi sponsor adalah oli Top One, PT. Djarum, dan Kiki stationary,” lanjut penggemar Ayrton Senna dan Michael Schumacher.

Pun demikian, masalah dana disikapi secara professional oleh manajemen Rio. Bagi mereka, prestasi yang baik akan mendatangkan sponsor. Prestasi yang baik pula akan mempermudah impian anak 16 tahun ini untuk melangkah ke balapan yang lebih tinggi tingkatannya. “Setelah Formula BMW, saya akan mengikuti Formula 3 Euroseries, lalu GP2,” harap Rio. Dari jenjang karier yang disebutkannya, jelaslah bahwa Rio mengincar karier sebagai pembalap F1. “Itu impian saya,” aku pria yang kini bersekolah di Singapura.

“Mudah-mudahan bisa tercapai di 2014,” cetusnya. Tidak mudah untuk mencapai impian itu, karena selain masalah dana yang besar dibutuhkan pula konsistensi Rio untuk tampil dalam tiga besar di tiap balapan yang diikutinya, dan ini dimulai dari formula BMW Pacific. “Saya yakin mampu menyamai prestasi Zahir Ali (juara umum) di formula BMW,” kata Rio optimis. Saat ini Rio berada di posisi tiga klasemen pembalap di bawah Gary Thompson (Irlandia) dan Chris Wootton (Australia).

Impian Rio sebenarnya dapat segera terwujud, karena tim A1 Indonesia sudah menyatakan memantau perkembangan Rio. “Secara skill sudah ada, cuma kami sedang memantau perkembangan mentalnya. Pasalnya kompetisi A1 sangat ketat. Dia harus mengasah bakatnya untuk menemukan karakter dirinya sebagai seorang pembalap,” papar Indra Hendradi, PR and Promotion Manager A1 Team Indonesia.

Jalan menuju pentas balapan internasional yang lebih tinggi telah terbuka lebar. Selanjutnya, sebelum naik kelas (melanjutkan kariernya), Rio harus keluar sebagai juara di Formula BMW, atau setidaknya berada di tiga besar.

Fitra Eri Mendominasi Balap ATC-Max

Pembalap asal tim Toyota Top 1 Garda Oto, Fitra Eri mendominasi putaran pertama balap Asian Touring Car-Max di Sirkuit Sentul, Minggu 16 Agustus 2009. Start dari grid pertama, setelah mencatat waktu tercepat pada sesi kualifikasi dengan catatan waktu 1:51,169, Fitra melesat meninggalkan lawan-lawannya. Dari lap ke lap, Fitra semakin jauh meninggalkan pembalap lain.

Persaingan seru justru terjadi antara Syafiq Ali dan Roy Haryanto, yang berebut posisi dua di belakang Fitra. Roy yang start tepat di belakang Syafiq, menyalip pembalap asal Malaysia tersebut dua lap kemudian. Syafiq sempat merebut kembali posisinya di lap 4 namun dua tikungan kemudian Roy kembali menyalip Syafiq.


Selama balapan tersebut, Syafiq lebih cepat di tikungan sementara mobil Roy unggul di trek lurus. Posisi itu terus bertahan hingga menjelang finis. Di tikungan terakhir lap ke 15, Syafiq kembali mencoba melewati Roy, dan berhasil. Sementara Fitra sudah masuk finis 15 detik di depan Syafiq.

“Sebetulnya saya mengharapkan pertarungan yang ketat. Sebab, catatan waktu semua pembalap saat kualifikasi kemarin cukup rapat,” ujar Fitra Eri.
Menurut Fitra, faktor persiapan yang cukup menjadi penentu kemenangannya itu. “Tim kami sudah melakukan persiapan sejak bulan Feruari. Kami melakukan sejak jauh-jauh hari karena event ini adalah event internasional pertama bagi tim kami.” Mengomentari pertarungannya dengan Syafiq Ali, Roy mengaku cukup menikmati balapannya kali ini.

Menurut Roy, antara Syafiq dan dirinya saling memiliki keuntungan. “Spesifikasi mobil kami berbeda, masing-masing kami punya keunggulan,” ujar Roy. Dalam balapan ini Roy menggunakan Honda Jazz sementara Syafiq menunggang Proton Neo.

Satrio Kesulitan di Silverstone

Satrio Hermanto, pembalap A1 Team Indonesia yang turun di F3 Inggris, membukukan hasil yang tidak menggembirakan saat berlaga di Sirkuit Silverstone, Inggris 16 Agustus silam. Rupanya, bekal persiapan fisik dan pengenalan terhadap sirkuit, tidak cukup untuk memperbaiki posisi yang diraihnya pada kualifikasi kemarin. Setelah menjalani balapan selama 23 lap pada balapan pertama, Satrio akhirnya finish di posisi ke-21 atau ke-5 untuk kelas National yang diikutinya setelah start dari posisi ke-20.

Sementara itu, di balapan kedua yang juga berlangsung selama 23 lap, Iyo (sapaan akrab Satrio) juga tidak mampu memperbaiki posisinya. Dia hanya finish di posisi 21. "Sepanjang balapan saya mencoba untuk menempel lawan, dan meningkatkan irama balapan, namun tampaknya saya masih butuh waktu untuk mempelajari karakter mobil ini," paparnya. "Sepertinya saya sudah memacu hingga batas maksimal kemampuan yang chassis ini bisa berikan, tapi rasanya sulit sekali mendekati pembalap yang menggunakan chasis Dallara, saya harus menemukan settingan yang ideal untuk menyempitkan jarak dengan mereka," komentar Satrio di akhir balapan.



Prestasi Iyo di kejuaraan F3 Inggris ini dapat dimaklumi, pasalnya tingkat kompetisinya yang tinggi. Pun demikian, jika berhasil merajai kompetisi ini,langkah menuju balapan F1 terbuka lebar. Ini sudah dibuktikan oleh pembalap Spanyol Jaime Alguersuari yang baru saya melakukan debutnya di GP Hungaria bersama tim F1 Scuderia Toro Rosso. Jaime adalah juara F3 Inggris tahun 2008. Kejuaraan ini memiliki dua kelas yang dilombakan secara bersamaan, yaitu kelas International, dan kelas National. Kelas International menggunakan chassis keluaran terbaru, sementara kelas National menggunakan chassis keluaran yang lebih lama.