Monday, March 30, 2009

Sunset Menggigil di Lucerne

Swiss adalah negara di Eropa Barat yang berpenduduk 7,5 juta jiwa. Negara ini berbatasan langsung dengan Jerman, Prancis, Italia dan negara kecil Liechtenstein. Berbatasan dengan banyak negara dengan kultur dan bahasa yang berbeda, membuat Swiss kaya dengan ragam budaya dan juga bahasa. Di Swiss Anda dapat menggunakan bahasa Jerman, Inggris, Prancis, Italia dan Romansh.

Selain budayanya, negara Swiss yang terletak di pegunungan Alpen memberi kontribusi pemandangan alam yang begitu indah. Tak heran jika Swiss kerap menjadi negara tujuan wisata utama di dunia. Selain itu berada di pegunungan Alpen membuat Swiss memiliki wilayah yang tertutupi salju abadi. Artinya para pelancong tentu bisa menghabiskan waktu ber-ski sepanjang tahun.

Swiss terbagi dalam 26 distrik. Kesemuanya menyajikan keindahan yang berbeda dan menarik untuk disambangi. Jika Anda berkesempatan ke Salah satunya adalah Luzern atau Lucerne. Lucerne yang terletak di pusat negara Swiss ini adalah kota yang memiliki populasi terpadat di Swiss. Mulanya, Lucerne adalah desa nelayan di tepi Danau Lucerne. Bermula dari komunitas kecil inilah hingga membentuk kota dengan segala kompleksitasnya. Karena posisinya ditepi danau dengan anak sungai yang mengisi danau itu. Kota ini memiliki beberapa jembatan tua dan kini menjadi objek wisata yang menarik.

Di antara jembatan-jembatan itu, yang paling terkenal dan menjadi favorit para pelancong adalah Chapel Bridge atau Kapellbrücke. Jembatan kayu sepanjang 204 m ini, dibangun tahun 1333 dan menjadi objek foto favorit para pelancong dari manca negara. Di tengah danau, terdapat menara air tua atau Wasserturm yang telah ada dari abad ke 13. Di dalam jembatan ini terdapat jajaran lukisan dari abad 17 yang mengisahkan sejarah kita Luzern. Menara air dan jembatan tua inilah yang menjadi landmark paling terkenal di kota Luzern.

Tak hanya Wasserturm dan Kapellbrücke, rumah dan bangunan tua di sekitarnya menambah pula keindahan suasana landmark kota Luzern ini. Siang itu, matahari seakan masih malu menunjukkan sosoknya. Pelukan angin dari kaki gunung Pilatus dan Rigi leluasa memeluk tubuh yang meskipun tertutup jaket, namun tak kuasa menghadirkan hangat menghalau dingin.

Meski terpeluk dingin, namun hiburan dari berpasang burung-burung dan angsa liar yang melenggak-lenggok bagai model terkenal di atas runway air danau yang dingin, tentulah amat sayang untuk dilewatkan. Frame demi frame foto terambil memenuhi memory card kamera saya. Tak terasa, hari semakin siang, dan saya kembali melanjutkan perjalanan menuju tujuan selanjutnya, monument bersejarah Löwendenkmal.

Monumen Löwendenkmal atau Lion monument adalah karya Bertel Thorvaldsen yang berlokasi di sebuat taman kecil di wilayah Lowenplatz. Monument Lion adalah pahatan berbentuk singa yang mati bersandar di dua buah perisai. Satu perisai berlambang Swiss dan satu lagi berlambang kekerajaan Prancis menjadi alasnya. Wajah singa itu begitu sedih dan terlihat tombak yang patah menghujam tubuhnya yang kekar.

Monumen ini untuk memperingati ratusan jiwa Swiss Guard (tentara bayaran) asal Swiss yang terbunuh tahun 1792 saat terjadinya revolusi Prancis akibat melindungi Istana Tuileries di Paris dari serbuan massa. Demi kehormatan dan kesetiaan, mereka tidak lari ataupun mundur. Dengan gagah berani para pengawal Swiss itu, bertempur hingga titik darah penghabisan. Ah, sebuah kisah yang menyedihkan, bahkan untuk dibayangkan. Kisah sedih itu tergambar sempurna di patung karya Bertel Thorvaldsen ini.

Tak terasa hari menjelang senja, langkah kaki kembali mengayun ke Kapellbrücke, karena kabarnya pemandangan saat sunset di sana begitu indah. Walaupun menjelang senja, embusan angin terasa semakin menusuk tulang. Namun keindahan senja begitu menggoda. Air ibarat cermin keemasan memantulkan cahaya senja. Wasserturm berubah menjadi warna berkeemasan. yang tenggelam di balik pegunungan. Burung-burung yang tampak saat siang hari mulai hilang seiring mentari tenggelam. Sungguh aneh rasanya melihat sunset dengan memakai sarung tangan dan jaket tebal. Bukankah sunset harusnya dinikmati dengan celana Bermuda, baju tipis dan embusan angin yang hangat? Ah, kenangan menerawang menembus ruang waktu sejenak keindahnya sunset pantai Kuta dan Losari yang tak tergantikan keindahannya.


Malam pun datang, lampu mulai dinyalakan. Kerlap-kerlipnya indah memantul di air danau yang kini menjadi hitam gelap. Suasana di sekitar landmark pun menjadi sangat romantis dengan jejeran kafe hingga pertokoan. Tak heran Luzern kerap menjadi tujuan wisata honeymoon kaum mampu dari Indonesia. Karena toko hanya buka hingga pukul 21:00, saya pun menyempatkan diri berbelanja di toko yang ada di sekitar menara air. Dan disinilah pengalaman unik terjadi. Seorang pengamen tampak menjajakan suaranya ditingkahi tepukan ringan anak kecil dan ibunya serta pasangan yang sedang berkecup mesra. Saat itu, saya ingat lagu yang dinyanyikannya adalah high and dry milik Radiohead.

Suara lelaki penjaja suara itu begitu merdu, sehingga saya dan seorang teman dari Indonesia juga berhenti sejenak sembari mengomentari suaranya yang indah. Disinilah kejutan terjadi. Saat kami hendak meninggalkan lokasi itu, tiba-tiba meluncurlah sebuah lagu yang benar-benar familiar di telinga saya dan mungkin puluhan juta telinga di Indonesia. “Tersenyum Diana padaku, manis manis manis…kubelai rambutnya yang hitam, sayang sayang sayang…” Yah, lagu itu milik Koes plus. Saya yakin Anda juga tahu lagu itu. Saya pun tertegun kagum memandangi pria itu. Sayang belum sempat saya berbincang dengannya, teman terburu menarik lengan saya mengingatkan agar segera kembali ke penginapan karena keesokan harinya kami masih harus menuju Engelberg sebelum ke Gunung Titlis (bersambung).

3 comments:

  1. Wah, jadi pengen ke sana, asyik banget :)

    ReplyDelete
  2. Hai, apa kabar? Iya, saya juga pengen banget ke sana lagi.

    ReplyDelete
  3. tempat makan yang on a budget ada ngga yah di lucerne??

    ReplyDelete